Para ilmuwan bersedia untuk diwawancarai dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
Kemungkinan kaitan antara kekurangan Vitamin D dan pneumonia (radang paru-paru) sedang ditelusuri dalam dua studi di Indonesia yang dilakukan peneliti Indonesia dan Australia.
Tim peneliti menelusuri kejadian dan tingkat keparahan infeksi saluran pernapasan pada anak usia dini, termasuk flu biasa, asma, radang paru-paru, dan bronkiolitis di lingkup rumah sakit dan masyarakat, agar dapat memberikan lebih banyak informasi mengenai cara pengobatan dan penanganan penyakit pernapasan.
Pneumonia merupakan penyebab kematian tertinggi balita di Indonesia. Menurut penelitian tahun 2008, sekitar enam juta anak di Indonesia terkena radang paru-paru setiap tahunnya. Kerja sama ini hendak memperbarui data dari tahun 2008 dan berharap menurunkan angka-angkanya – sambil berupaya menemukan penyebab pneumonia serta infeksi pernapasan lain.
Penelitian di rumah sakit, didanai oleh Australia Indonesia Centre, melibatkan anak-anak balita yang dirawat inap karena penyakit pernapasan akut. Tim peneliti akan mengumpulkan data mengenai tingkat defisiensi Vitamin D, dan melihat apakah hal tersebut terkait dengan tingkat keparahan penyakit.
Sementara, proyek di lingkup masyarakat, yang sudah berlangsung selama hampir dua bulan, telah meneliti lebih dari 60 pasang ibu dan bayi. Tim peneliti akan mengikuti perkembangan kesehatan pernapasan bayi baru lahir sampai mereka mencapai usia 12 bulan, serta mengukur kadar vitamin D saat lahir dan saat berusia enam bulan. Para ibu, direkrut di klinik kebidanan dan kandungan di 11 puskesmas, akan diminta untuk melaporkan setiap kasus penyakit pernapasan, dari batuk sampai pneumonia.
“Kami berharap dapat mengumpulkan data yang cukup kuat sebagai dasar melakukan uji coba pemberian suplemen vitamin D sejak lahir,” kata salah seorang kepala tim peneliti, Dr. Margie Danchin dari Murdoch Childrens Research Institute.
“Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu penanganan kasus penyakit pernapasan secara umum di Indonesia.”
Ada anggapan bahwa penduduk negara tropis memiliki kadar vitamin D yang cukup karena terbentuk secara alami saat kulit mereka terpapar cahaya matahari, atau didapatkan melalui asupan makanan.
“Ada beberapa hal terkait gaya hidup yang mementahkan asumsi tersebut,” kata mahasiswa PhD di University of Melbourne PhD yang juga seorang dokter, dr. Vicka Oktaria dari Universitas Gadjah Mada yang mengoordinasi penelitian ini.
“Selain itu, di Indonesia, makanan dengan kandungan vitamin D yang tinggi umumnya tidak dikonsumsi setiap hari. Lalu, meskipun ASI esklusif hingga usia 6 bulan memberikan manfaat besar, namun kandungan vitamin D dalam ASI sangat sedikit. Jadi, konsumsi suplemen patut dipertimbangkan.”
Aturan perekrutan dan pengelolaan penelitian yang sedang dijalankan mengacu pada riset kolaboratif yang sudah berlangsung selama 40 tahun antara Murdoch Childrens Research Institute dan Universitas Gadjah Mada terhadap Rotavirus, organisme yang ditemukan oleh Prof. Ruth Bishop dari Murdoch sebagai penyebab utama diare.
Tim peneliti termasuk Prof. Steve Graham (Peneliti Utama); Prof. Yati Soenarto, Dr. Rina Triasih, dan Prof. Julie Bines (tiga kepala tim); dan asisten penelitian Rizka Dinari, Dr. Sekarlangit, Dr. Mike Lauda, Haris Meysitha Sari, dan Dr. Monika Putri Adiningsih.
Kontak media:
- Kevin Evans(Australia Indonesia Centre, in Indonesia); evans@monash.edu; +62 811 991 6434
- Andrew Tijs(Australia Indonesia Centre, in Australia); tijs@monash.edu; +61 405 278 298
- Lydia Hales (Science in Public, in Australia); lydia@scienceinpublic.com.au; +61 457 854 515
Keperluan wawancara:
- Professor Yati Soenarto (Indonesia); yatisoenarto@yahoo.com; +62274 555455
- Dr Vicka Oktaria (Indonesia); vicka_o@yahoo.com; +62 878 3923 0573
- Dr Margie Danchin (Australia); danchin@mcri.edu.au; +614311 44160